Ini Sanksi PNS Laki-Laki Yang Menceraikan Istrinya
Oleh:
A.Fajar Yulianto, S.H., M.H., CTL.
(Direktur YLBH Fajar Trilaksana)
Pengasuh Rubrik Kupas Hukum Mitrabrata News
Perkawinan sesuai Undang-undang nomor 1 tahun 1974 pada dasarnya adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri untuk membentuk rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah.
Namun perkawinan tersebut tidak sedikit yang mengalami kegagalan ditengah perjalanan sehingga harus berakhir dengan perceraian, berikut menyisakan beberapa persoalan, mulai Hak asuh anak, Hak Kebutuhan mantan Istri, Hak pemeliharaan sampai sengketa Harta bersama.
Bagaimana jika inisiatif kehendak pengajuan cerai itu berasal dari pihak laki-laki yang berstatus PNS, apa sebenarnya pasca perceraian ini yang menjadi kewajiban mantan Suami terhadap Mantan Istri dan anak-anaknya?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 10 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 45 Tahun 1990 ditentukan “Bahwa Pegawai Negeri Sipil WAJIB memberikan sebagian dari gajinya untuk memenuhi kebutuhan Istri dan anak anaknya sampai anak tersebut dewasa”.
Adapun secara spesifik dijelaskan dalam pasal 8 ayat (2) dinyatakan “Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga untuk Pegawai Negeri sipil Pria yang bersangkutan, sepertiga untuk bekas Istrinya dan sepertiga untuk anak anaknya.
Ketentuan ini banyak yang tidak mengerti dan walaupun tahu mantan Istri tidak berdaya untuk meminta secara sukarela kepada mantan Suaminya menyerahkan sebagian gajinya untuk mantan Istrinya tersebut. Sehingga harus melalui gugatan di Pengadilan.
Demikian pula walaupun sudah ada Putusan Pengadilan dan memerintahkan untuk menyerahkan sebagian gajinya, dalam eksekusinya diperjalanan mantan suami ini ternyata berbagai cara masih mangkir untuk memenuhinya.
Jika hal ini tidak dipenuhi oleh PNS kepada mantan istrinya maka ada ancaman sanksi, mulai sanksi administrasi yang berhubungan dengan kepegawaianya hingga potensi sanksi PIDANA.
Tidak memberikan biaya hidup kepada orang berdasarkan Undang undang menjadi kewajibannya termasuk perbuatan melawan hukum berat masuk klasifikasi penelantaran sebagaimana masuk ranah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT);
Dalam pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil khususnya ayat (4) pada pokok intinya penerapan jenis hukuman berat dapat dilakukan :
a. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
c. Pembebasan dari Jabatan
d. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS;
e. Pemberhentian tidak hormat sebagai PNS.
Selain sanksi disiplin yang dijatuhkan kepada mantan suami tersebut, maka hati-hati dapat dijerat pula dengan ancaman tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor: 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT);
Dalam Pasal 9 ayat (1) BAB III larangan kekerasan Dalam Rumah Tangga “setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena perjanjian ia wajib memberikan kehidupan perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut”;
Kemudian ditegaskan dengan sanksi Pasal 49 BAB VIII Ketentuan Pidana dengan tegas pula “ Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) setiap orang Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dengan pasal 9 ayat (1);