Begini Peran Mediator Non Hakim dalam Menekan Angka Perceraian Menurut Praktisi di Gresik

GRESIK-JATIM, Mitrabratanews.com – Salah satu daerah dengan dinamika sosial yang cukup kompleks, tengah menghadapi tantangan serius terkait tingginya angka perceraian salah satunya Kabupaten Gresik.

Pengadilan Agama Kabupaten Gresik mencatat 1.511 perkara cerai gugat dan 541 cerai talak selama periode 1 Januari hingga 31 Desember 2024.

Namun, di tengah situasi tersebut, seorang mediator nonhakim, Mashudi, S.H., M.H., CIRP., C.Med., CLD, membeberkan peran penting dalam upaya mereduksi jumlah perceraian melalui mediasi yang humanis dan solutif.

Mashudi yang merupakan mediator nonhakim aktif di Pengadilan Agama Kabupaten Gresik dan Pengadilan Negeri Gresik. Selain itu, ia juga merupakan dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Gresik selama tujuh tahun, praktisi hukum industri yang tersertifikasi, serta memiliki sertifikasi penulis draf undang-undang.

Berbekal latar belakang pendidikan dan pengalaman, Mashudi telah membantu banyak pasangan menyelesaikan konflik rumah tangga tanpa harus berakhir dengan perceraian.

Menurut Mashudi, peran mediator dalam mediasi di Pengadilan Agama adalah membantu pihak-pihak yang berselisih merumuskan kesepakatan damai tanpa memaksakan atau memutuskan penyelesaian.

“Mediator adalah penengah yang mendorong para pihak untuk menemukan solusi yang adil dan saling menguntungkan,” ungkapnya saat diwawancarai, Senin (6/1/2025).

Mashudi menggunakan berbagai pendekatan untuk membantu pasangan yang menghadapi konflik. Ia membantu pihak-pihak memahami keuntungan dan kerugian dari keputusan mereka, mendorong mereka bersikap realistis, dan menghindari tuntutan yang tidak masuk akal.

Serta menjadwalkan pertemuan mediasi yang dirancang secara terstruktur untuk menciptakan suasana diskusi yang kondusif.

“Jika diperlukan, kami juga mengadakan kaukus atau pertemuan terpisah agar masing-masing pihak bisa menyampaikan pandangannya secara terbuka,” jelas Mashudi.

Mediator Nonhakim, Mashudi S.H., M.H., CIRP., C.Med., CLD,.

Ia menambahkan bahwa memberikan saran untuk menyelesaikan perkara secara damai sering kali menjadi langkah terakhir ketika semua opsi sudah dijelajahi.

Namun, upaya Mashudi bukan tanpa tantangan. Ia mengungkapkan bahwa banyaknya perkara yang masuk, rendahnya partisipasi pihak yang bersengketa, dan kurangnya kesadaran untuk menyelesaikan perselisihan secara damai menjadi hambatan utama.

“Masih banyak pasangan yang datang dengan keputusan bulat untuk bercerai, tanpa mempertimbangkan solusi lain,” kata Mashudi.

Ia juga menyoroti minimnya keterlibatan keluarga dan tokoh masyarakat dalam membantu menyelesaikan konflik rumah tangga.

“Padahal, peran mereka sangat penting untuk mencegah konflik berkembang hingga ke pengadilan,” terangnya.

Mashudi mengusulkan beberapa langkah strategis untuk meningkatkan peran mediator dan menekan angka perceraian di Kabupaten Gresik.

Salah satu langkah penting adalah membangun sinergitas antara tokoh masyarakat, advokat, dan kantor urusan agama (KUA) setempat untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang dampak negatif perceraian.

“Pendidikan pranikah harus dimaksimalkan oleh lembaga terkait. Dengan begitu, pasangan yang akan menikah dapat lebih memahami tanggung jawab dan tantangan dalam kehidupan rumah tangga,” tegasnya.

Ia berharap masyarakat semakin menyadari bahwa perceraian bukanlah solusi terbaik untuk menyelesaikan konflik. Dengan kerja sama yang baik antara berbagai pihak, Mashudi optimistis angka perceraian di Kabupaten Gresik dapat ditekan secara signifikan.

“Peran mediator menjadi kunci dalam menghadirkan solusi damai bagi pasangan yang berselisih. Melalui pendekatan yang empatik, rasional, dan terarah, Mashudi membuktikan bahwa konflik rumah tangga dapat diselesaikan tanpa harus berakhir dengan perceraian,” pungkasnya.(Red)

Related Articles

Back to top button
error: Content is protected !!